1. Definisi Logika
Istilah logika berasal dari kata sifat “logike” (bahasa Yunani). Kata bendanya adalah “logos” yang berarti perkataan sebagai manifestasi pikiran manusia. Pikiran dan kata mempunyai hubungan yang erat, artinya bahwa bahasa berkaitan erat dengan pikiran. Dengan demikian secara etimologikal, logika berarti ilmu atau disiplin ilmiah yang mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam bahasa.
Dalam bahasa sehari-hari, logika menunjuk pada cara berpikir, yakni yang masuk akal, wajar, beralasan, dapat dimengerti. Secara ilmiah, logika menunjuk oada suatu disiplin (yaitu disiplin ilmiah) yakni kegiatan intelektual yang dipelajari untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam bidang tertentu secara sistematik-rasional yang terikat atau tunduk pada aturan-aturan tertentu. Sebagai contoh, ilmu Biologi adalah suatu disiplin yang mempelajari ilmu-ilmu alam.
2. Klasifikasi Disiplin Ilmiah
Keseluruhan disiplin ilmu dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu disiplin non empiric dan disiplin empiric.
Disiplin non empiric adalah kegiatan intelektual untuk secara rasional memperoleh pengetahuan yang tidak tergantung atau bersumber pada pengalaman, kebenaran-kebenarannya tidak membutuhkan pembuktian empirical, cukup dengan pembuktian rasional. Pengetahuan yang tidak bersumber pada pengalaman disebut juga dengan pengetahuan “a priori”. Disiplin non empiric meliputi filsafat dan matematika.
Disiplin empiric adalah kegiatan intelektual yang secara rasional berusahan memperoleh pengetahuan yang bersumber pada pengalaman, kebenaran-kebenarannya menuntut pembuktian secara empirical disamping pembuktian rasional. Pengetahuan yang bersumber pada pengalaman disebut juga pengetahuan “a posteriori”. Disiplin empiric ini meliputi ilmu-ilmu alam (Fisika, Kimia, Biologi, Geografi, Astronomi) dan ilmu-ilmu manusia (Sejarah, ilmu-ilmu Sosial, dan ilmu-ilmu Bahasa).
Ilmu-ilmu alam mempelajari alam semesta dengan segala isinya termasuk manusia sebagai objek dan berupaya untuk mengenai dan merumuskan hubungan-hubungan antara dua atau lebih peristiwa. Ilmu-ilmu manusia mempelajari manusia sebagai subjek (manusia sebgai makhluk yang menentukan sikap dan memberikan reaksi sendiri terhadap segala sesuatu baik benda-benda, makhluk-makhluk lain, maupun peristiwa-peristiwa terhadap dirinya) dan alam semesta dengan segala isinya dalam kaitan dengan manusia sebagai subjek.
3. Objek Material dan Objek Formal
Setiap disiplin ilmu memiliki suatu tujuan yang akan dipelajari (objek studi). Objek studi dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah segala sesuatu yang dipelajari manusia secara rasional sistematis. Pada dasarnya objek material semua disiplin ilmu adalah sama. Objek formal adalah objek material yang dipandang dari sudut tertentu, yaitu dari sudut atau dalam konteks suatu pertanyaan inti dan dengan menggunakan metoda tertentu.
Objek material dari logika adalah kegiatan berpikir, tetapi bukan prosesnya. Dalam arti teknis, yang dimaksud dengan berpikir adalah kegiatan akal budi yang berada dalam kerangka bertanya dan berusaha untuk memperoleh jawaban.
Pada dasarnya, manusia hanya akan berpikir secara sungguh-sungguh jika dihadapkan pada factor atau sesuatu hal yang memaksa ia berpikir. Faktor-faktor yang akan memaksa manusia untuk berpikir adalah :
1. Jika pernyataan atau pendiriannya dibantah oleh orang lain.
2. Jika dalam lingkungannya terjadi perubahan secara mendadak atau terjadi peristiwa yang tidak diharapkan.
3. Jika ditanya.
4. Dorongan rasa ingin tahu (curiosity).
Berdasarkan tujuannya, kegiatan berpikir dibedakan menjadi berpikir praktikal dan berpikir teoritikal. Berpikir praktikal adalah kegiatan berpikir yang ditujukan untuk mengubah keadaan atau situasi. Berpikir teoritikal adalah kegiatan berpikir yang ditujukan untuk mengubah pengetahuan.
Objek formal logika adalah bentuk-bentuk atau pola kegiatan berpikir manusia dan struktur kombinasi pernyataan-pernyataan secara formal. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa logika adalah bagian dari filsafat yang mempelajari metode-metode, asas-asas, dan aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk dapat berpikir secara tepat, lurus, dan benar.
Berdasarkan definisi tersebut, maka tujuan dari logika adalah:
1. Membedakan cara berpikir yang tepat dari yang tidak tepat.
2. Membedakan metode dan teknik untuk menguji ketepatan cara berpikir.
3. Merumuskan secara eksplisit asas-asas berpikir yang sehat dan jernih.
Hukum Berpikir
Dalam mengembangkan aturan, metode, dan teknik tentang cara berpikir yang tepat, logika mengacu pada sejumlah asas yang sering disebut sebagai Hukum Berpikir. Hukum tersebut meliputi:
1. Asas Identitas (Principle of Identity), dirumuskan A = A : setiap hal adalah sama dengan dirinya sendiri.
2. Asas Kontradiksi (Principle of Contradiction) dirumuskan A adalah tidak sama dengan bukan A : keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-duanya benar atau dua-duanya salah.
3. Asas Pengecualian Kemungkinan Ketiga (Principles of Excluded Middle), dirumuskan setiap hal adalah A atau bukan A : keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-duanya salah, juga keputusan-keputusan itu tidak dapat menerima kebenaran dari sebuah keputusan ketiga atau diantara keduanya. Salah satu dari dua keputusan tersebut harus benar, dan kebenaran yang satu bersumber pada kesalahan yang lain.
4. Asas Alasan yang Cukup (Principles of Sufficient Reason) : setiap kejadian harus mempunyai alasan yang cukup.
5. Asas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya dukung dari premis-premisnya atau pembuktiannya.
4. Penalaran, Premis, Kesimpulan, dan Argumen
Dalam kegiatan berpikir, kegiatan menghubungkan pikiran-pikiran diarahkan untuk memunculkan sebuah kesimpulan. Proses dalam akal budi yang berupa kegiatan menghubungkan satu pikiran dengan pikiran atau pikiran-pikiran lain untuk menarik sebuah kesimpulan disebut penalaran. Masing-masing pikiran diungkapkan dengan pernyataan. Jadi, kegiatan penalaran itu menghasilkan sejumlah pernyataan yang dipertautkan sedemikian rupa sehingga memunculkan sebuah pernyataan tertentu.
Premis adalah pernyataan yang digunakan sebagai dasar untuk menarik sebuah pernyataan yang disebut kesimpulan. Kesimpulan adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan sebuah atau beberapa pernyataan yang disebut premis. Dengan demikian premis dan kesimpulan adalah pengertian korelatif, artinya pengertian-pengertian yang selalu berkaitan satu sama lainnya, dan masing-masing tidak dapat berdiri sendiri.
Kesatuan kumpulan pernyataan yang dinamakan premis atau premis-premis dan kesimpulan yang dihasilkan oleh kegiatan menalar disebut argumen. Dalam suatu argument dapat terjadi hanya satu premis saja. Sebagai contoh, pernyataan “A menikah dengan B” sebagai premis sudah dapat disimpulkan bahwa “B menikah dengan A”.
Berdasarkan sifat hubungan antara premis dan kesimpulannya, argument dibedakan menjadi Argumen Deduktif dan Argumen Induktif.
Argumen Deduktif adalah argumen yang premis-premisnya di dalam dirinya sudah memuat kesimpulannya, artinya kesimpulannya sudah tersirat di dalam premis-premisnya. Hubungan antara premis dan kesimpulan yang terjadi pada argument deduktif adalah hubungan implikatif dan sifat pembuktiannya disebut konklusif, meyakinkan atau kepastian (jika premis benar, maka kesimpulannya juga benar).
Argumen Induktif adalah argumen yang kesimpulannya belum atau tidak tersirat pada premis (premis-premisnya tidak mengimplikasikan kesimpulan), akan tetapi premis-premis tersebut sudah cukup kuat memberikan landasan untuk menerima kesimpulan yang ditarik. Hubungan antara premis dan kesimpulan yang terjadi pada argument induktif adalah hubungan kemungkinan (probabilitas) dan sifat pembuktianny