E-Election
Pemilihan di Indonesia sampai saat sekarang ini masih dilakukan dalam sistem konvensional. Jika dilihat dari sistem konvensional, banyak faktor yang sebenarnya menghambat proses pemilihan dalam kaitannya dengan proses untuk mengumpulkan suara jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi yang ada. Keuntungan teknologi salah satunya adalah dalam hal proses pengkoleksian suara pemilih yang bisa dilakukan secara digital untuk mengurangi penggunaan kertas (paperless) dan kesalahan dalam pengumpulan data untuk populasi yang terintegrasi, sehingga meminimalkan terjadinya pemilih ganda yang dapat mengakibatkan perolehan suara yang tidak adil. Pengumpulan data secara digital juga dapat membantu petugas dalam hal pengumpulan dan penghitungan suara dalam proses pengumpulan data (Liburd, 2004). Penggunaan kertas suara memiliki kerumitan tersendiri secara administratif untuk mendapatkan surat suara yang tepat untuk lokasi yang tepat, termasuk proporsi yang tepat dengan fitur harga yang mahal untuk mencetak, mengamankan dan mendistribusikan kertas suara dengan benar. Pegawai Komisi Pemilihan Umum juga menghadapi tugas tambahan untuk mengamankan kertas suara setelah para pemilih melakukan pemilihan dan kotak suara harus disimpan dengan aman dan diangkut dengan pengawalan setelah kertas suara selesai dihitung. Dalam hal ini, semua biaya dan waktu bisa dihemat jauh lebih banyak jika dilakukan dengan sistem elektronik. Selain soal biaya dan waktu, permasalahan selanjutnya adalah, tugas penghitungan relatif lambat, apalagi proses perhitungan kertas suara didampangi saksi-saksi dari berbagai elemen partai dan masyarakat dimana ada proses perpindahan tangan untuk melihat keabsahan kertas suara, tidak efisien dan rawan kesalahan (Hall and Alvarez, 2003).
Satu lagi masalah yang dihadapi dalam penggunaan kertas adalah ukuran dan jumlah kertas (Hall and Alvarez, 2003). Kertas suara untuk pemilihan partai misalnya, apabila terdapat lebih dari 100 partai, maka bisa dibayangkan sebesar apa kertas yang harus disediakan, dan ide untuk mengecilkan gambar dan fontadalah sesuatu yang sangat beresiko bagi pemilih.
Congress enacted the Help America Vote Act atau HAVA dalam simposium Building Trust and Confidence in Voting Systems tahun 2003 mengatakan bahwa user interface dalam masalah aksesibilitas dapat dipecahkan dengan fontyang fleksibel baik dari ukuran, warna maupun detil lainnya, serta multi media interface dan peralatan khusus untuk para pemilih penyandang cacat. Laporan penyandang cacat melaporkan secara signifikan lebih memilih antarmuka pengguna pemungutan suara elektronik daripada antarmuka pengguna kertas yang mereka gunakan sebelumnya.
Undang-undang pemilu yang ada di negara demokrasi sebagian besar belum membahas tentang solusi teknologi, sebagai contoh adalah negara Selandia Baru, yang masih belum membahas peraturan perundangan solusi teknologi E-Election tentang pemungutan suara secara elektronik. Dalam banyak kasus, walaupun terdapat ide e-voting dari banyak peneliti, namun permasalahan undang-undang yang mengaturnya adalah masalah yang utama dan yang pertama. Apa yang diperlukan untuk mewujudkan reformasi yang sejati sebenarnya adalah pengakuan hukum atas hak warga negara untuk melakukan pemungutan suara secara elektronik dan online (Carter, 2003).
E-voting atau E-Electionadalah sebuah teknologi yang menjanjikan untuk memperbaiki banyak masalah pada pemungutan suara yang dilakukan secara konvensional, dan secara komprehensif memiliki potensi untuk memecahkan masalah yang ada selama ini terutama solusi untuk meminimalkan kemungkinan kerugian walaupun masih terdapat satu masalah yang akan selalu ada pada semua jenis sistem elektronik yaitu kemungkinan kehilangan suara (Carter, 2003). Secara teoritis, solusi yang mungkin bisa didapat dari sistem E-Electionmenurut Carter ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan Masalah Sistem Yang Ada Sekarang Dengan Solusi E-voting/E-Election
(sumber: Craig Carter, IIMS, Massey University at Albany, Auckland, N.Z., 2003)